Congregatio Discipulorum Domini

Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).

11 June 2009

“BUAH YANG JATUH TAKKAN JAUH DARI POHONNYA”
Sebuah refleksi tentang Peranan keluarga
bagi pertumbuhan kepribadian Celso Cardinal Costantini
Delegatus Pertama Tahta Apostolik untuk Negri China dan Pendiri CDD



Oleh : Fr.Alexander Ignatius Sujasan CDD

Keluarga yang harmonis
Beberapa psikolog mengatakan bahwa latar belakang keluarga menentukan watak dan kepribadian dari seorang anak ! Beberapa ahli malah merumuskannya dengan menunjuk pada pengaruh langsung atau gen dan pengaruh tak langsung atau kebiasaan-kebiasaan yang diadaptasi. Terlepas dari benar tidaknya hipotesa ini, layak untuk diperhatikan bahwa banyak keberhasilan yang diraih oleh seseorang yang disebabkan oleh pengaruh dari keluarga. Demikian pula sebaliknya, banyak kegagalan yang menghampiri seseorang karena pengaruh keluarga. Dengan kata lain, keluarga mau tidak mau pasti memberikan sedikit warna bagi hidup dan perkembangan seseorang.
Ketika kita membaca dan mempelajari sejarah kehidupan Celso Costantini, hati kita tidaklah berkobar-kobar atau penuh keingintahuan (paling tidak bagi penulis sendiri). Hal ini agak berbeda dengan kisah kehidupan pendiri kongregasi yang lain. Ada banyak kisah heroic yang ditampilkan dalam cerita kehidupan para pendiri kongregasi lain, meskipun tidak semuanya bernuansa demikian. Namun paling tidak ada kesan demikian. Apakah hal ini disebabkan oleh karena belum adanya riwayat hidup Celso dalam bahasa Indonesia ? Sehingga kita tidak bisa membaca secara kuantitatif maupun kualitatif segi-segi kehidupan Celso Costantini ? Oleh sebab itu, ketika mempelajari sejarah hidup Celso Costantini, penulis harus membolak-balik dan “mengutip” disana sini untuk mendapatkan “secuil” riwayat hidupnya. Tambahan lagi, hampir semua sumber yang ada masih dalam bahasa Italia dan sebagian dalam bahasa mandarin. Namun justeru dengan situasi ini, penulis menemukan banyak hal yang bermanfaat tentang Celso Costantini. Dan salah satu yang sangat menarik perhatian penulis adalah latar belakang keluarga Celso Costantini.
Celso Costantini lahir dan bertumbuh dalam sebuah keluarga katolik yang saleh. Ibunya adalah tipe wanita sederhana dari kampung yang “hanya” tahu mengurus keluarga. Tetapi dengan kesederhanaannya, Ibunya berhasil membawa Celso dan kakaknya untuk menjadi pelayan Tuhan ! Melalui Ibunya, Celso belajar untuk memiliki sikap iman yang benar. Celso dilatih untuk memiliki sikap saleh, beriman dan percaya pada penyelenggaraan Tuhan. Setiap malam Celso bersama dengan saudara-saudaranya diajak untuk bersimbuh dihadapan Tuhan dan Bunda Maria. Mereka berdoa dan sekaligus berdoa Rosario. Inilah jejak-jejak kehidupan rohani yang baik yang ditaburkan oleh ibunda Celso. Dalam hidup sehari-hari, ibu Celso masih mengajarkan untuk menjaga kebersihan dan menghargai kehidupan para religius, maka Celso menjadi pribadi yang tahu menghargai iman dan kebersihan diri. Sementara itu, ayahnya adalah seorang arsitek bangunan yang menekankan kedisiplinan dan ketekunan dalam bekerja. Sejak kecil, Celso dilatih untuk tidak malas dalam arti harus pandai memanfaatkan waktu kosong, tekun dalam arti setia dengan tugas yang diberikan dan tidak menggerutu, sikap hormat dalam arti tahu menghargai orang yang lebih tua, sikap pasrah dalam arti tidak mencari-cari yang tidak ada dan menerima keadaan yang ada lalu berusaha untuk menghidupinya. Hal ini tercermin ketika Celso kecil tidak dapat melanjutkan sekolah, maka ia hanya belajar dengan orang tuanya dan pasrah serta belajar dengan baik sekali.
Secara ringkas kita bisa mengatakan bahwa masa-masa kecil Celso mengajarkan kepadanya banyak hal yang bermanfaat untuk pertumbuhan kepribadiaannya. Semua terutama terjadi karena peranan dan campur tangan dari keluarganya. Kelak Celso menjadi seorang imam yang memiliki iman yang mendalam, pribadi yang matang, memiliki keteguhan hati, visioner, manager yang handal dan diatas semua itu, ia sangat menekankan pentingnya untuk mengisi waktu yang kosong dengan hal-hal yang bermanfaat ! Maka ia terkenal dengan semboyan Jadilah Imam yang saleh dan terpelajar !
Benih-benih panggilan
Sebagaimana telah diuraikan di atas, Celso kecil dipengaruhi dan bertumbuh dalam sebuah keluarga yang harmonis dan terutama memiliki keseimbangan dalam hal rohani dan jasmani. Maka semua itu menjadi bekal bagi munculnya benih-benih panggilan. Benih-benih panggilan yang muncul dalam hidup Celso bukanlah suatu perjalanan panggilan yang mulus dan lancar-lancar saja. Meskipun sejak kecil, Celso Costantini sudah dilatih untuk selalu berdoa dan percaya kepada Tuhan, namun semua itu tidak serta merta membuatnya ingin menjadi imam !. Celso kecil juga akrab dan sering membantu dan menemani seorang Bruder Fransiskan untuk mencari sedekah, namun tak pernah terbersit dalam pikirannya untuk menjadi seorang biarawan ! Maka ketika Bruder yang sering ditemani oleh Celso itu bertanya apakah ia ingin menjadi imam, dengan cepat Celso kecil menjawab TIDAK !
Benih-benih panggilan baru tumbuh dan bersemi dalam hidup Celso ketika ia bertemu dan melihat teladan hidup dari salah seorang pamannya ( saudara ayahnya ) yang menjadi seorang pastor. Celso melihat dan menemukan keteladanan yang baik dan menakjubkan dari sang paman. Maka mulailah tumbuh benih-benih panggilan dalam dirinya. Semua ini bisa terjadi karena dari keluarganya sendiri, Celso memang telah mendapat bekal yang cukup dalam hidup rohani. Ibunya selalu mengajarkan untuk menghormati para imam yang adalah pengejawantahan pribadi Kristus sendiri. Meskipun demikian, ketika ia mengutarakan maksudnya untuk menjadi seorang imam, ibunya malah mengatakan bahwa ia tidak cocok untuk menjadi seorang imam. Ibunya mengatakan bahwa kakak Celso lebih cocok untuk menjadi seorang imam. Apakah ibunya tidak mendukung Celso untuk menjadi seorang imam ? ataukah semua itu hanya sebuah tantangan bagi Celso ?
Ketika Celso mengutarakan maksudnya untuk menjadi imam kepada ayahnya maka jawaban dari sang ayah lebih simpatik. Ayah Celso mengatakan bahwa menjadi imam adalah sebuah keputusan besar maka perlu dipikirkan dan direnungkan dengan sungguh-sungguh. Celso Costantini yang sudah mantap menjawab bahwa ia sudah memikirkannya. Maka ayahnya menyarakankan Celso untuk mengadakan bimbingan rohani dengan pamannya yang adalah seorang imam. Untuk ini, Celso harus menemui pamannya yang berada disebuah gereja yang jauhnya 15 km dari rumah Celso. Setiap sekali dalam seminggu, Celso harus berangkat kesana. Dan disanalah ia mendapat masukan dan bimbingan serta cerita-cerita heroic tentang orang-orang kudus terutama Santo Don Bosco, pencinta kaum muda !
Tahun-tahun penuh perjuangan
Keputusan sudah dibuat ! maka selanjutnya adalah tahun-tahun perjuangan untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang imam. Celso Costantini melanjutkan hidup panggilannya dan belajar ke kota Roma yang adalah pusat imam katolik. Celso selalu yakin bahwa dengan belajar di Roma dia akan memperoleh banyak hal yang bermanfaat untuk panggilannya. Terutama Celso sangat tertarik dengan seni bangunan yang antic di kota Roma. Celso menekankan bahwa keberangkatannya ke Roma bukan untuk mencari jabatan tinggi sebagaimana lazim terjadi pada saat itu. Dengan susah payah, Celso meyakinkan orangtuanya agar ia dapat berangkat ke kota Roma untuk belajar filsafat dan teologi. Pada akhirnya, orang tuanya setuju dan berangkatlah Celso dengan persiapan dana seadanya. Dalam pikirin Celso, ia akan bekerja sambil kuliah. Ia berpikir untuk menjadi penjaga asrama di kota Roma sambil kuliah.
Antara kenyataan dan rencana kerap kali tidak sejalan ! demikianlah yang terjadi dengan Celso Costantini. Sesampainya di kota Roma, ia mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan sampingan sambil kuliah. Oleh sebab itu, dana yang tersedia semakin menipis dan ia terpaksa “mengemis” ke biara-biara untuk dapat tinggal dengan harga sewa yang lebih murah. Celso menceritakan bagaimana ia ditolak oleh imam dan bruder dari berbagai biara yang ia datangi. Sampai akhirnya ia kelelahan di tepi jalan dan ia menangis. Celso meratapi nasibnya yang tragis dan ditolak oleh biara-biara. Ia berkata “malam ini begitu banyak kamar kosong di biara-biara tetapi aku harus tidur di tepi jalan”. Dalam refleksinya kemudian, Celso mengatakan bahwa hanya orang miskin yang dapat menyelami kemiskinan dan kehidupan orang miskin itu sendiri !
Akhirnya Celso bertemu dengan seorang pastor tua yang mau mendengarkan kisah perjalanan Celso dalam mencari tempat tinggal ! Pastor tua itu prihatin dan tersentuh dengan kisah perjalanan Celso, maka ia menunjukkan sebuah biara dan sekaligus memberikan rekomendasi agar Celso dapat diterima di biara itu. Sesampainya di biara itu, Celso melihat sebuah patung Bunda Maria maka Celso berdoa disitu dan ia merasa diteguhkan kembali. Tidak berapa lama, Celso bertemu dengan superior biara tersebut danditerima dengan baik. Celso dapat menyewa kamar di biara itu dengan harga yang cukup murah. Dan untuk itu Celso sangat bersyukur kepada Tuhan. Pekerjaan sampingan tetap belum diperoleh Celso sampai akhirnya orangtuanya masih harus mengirim dana kepadanya untuk studi. Oleh sebab itu, Celso mengatakan pada dirinya bahwa ia harus irit dan menghargai dengan sungguh-sungguh pemberian dari orangtuanya.
Tahun 1936, ketika Celso menjadi sekretaris Propaganda Fide, ia diundang untuk merayakan penampakan Bunda Maria di gereja dimana dulu ia pernah ditolak. Celso bergumam dalam hati, 38 tahun yang lalu ia ditolak oleh pastor di gereja ini untuk tinggal dan sekarang ia dielu-elukan dengan meriah sebagai tamu kehormatan.
Untuk kemuliaan Tuhan
Seluruh perjuangan Celso Costantini untuk menjadi seorang imam adalah perjuangan untuk kemuliaan Tuhan. Dengan pendidikan dan latar belakang keluarga yang harmonis dan terutama seimbang dalam hal rohani dan jasmani, Celso bertumbuh dan menjadi seorang pelayan Tuhan yang hebat dan rendah hati. Semua ini dilakukan demi dan hanya untuk kemuliaan Tuhan. Pada masa tuanya, Celso menuliskan bahwa apa yang telah dilakukannya belumlah maksimal dan tidak ada yang istimewa dan berharga untuk dikenang dan dicatat. Celso merasakan bahwa masih banyak hal yang belum ia kerjakan untuk kemuliaan Tuhan. Untuk itu ia mohon agar Tuhan mengampuni kekurangannya ini. Ada banyak hal yang bisa diperbaiki tetapi tidak dilakukan olehnya. Celso Costantini sungguh-sungguh adalah seorang imam yang saleh dan terpelajar sekaligus rendah hati !
Buah yang jatuh takkan jauh dari pohonnya
Akhirnya haruslah dikatakan bahwa apa yang telah dijalani dan diperkenalkan oleh Celso Costantini kepada kita semua adalah sebuah tanda hidup dari perjuangan dan pergulatan yang hebat dari seorang pribadi yang dididik dalam sebuah keluarga yang handal ! Memang benar, buah tak akan jauh jatuhnya dari pohonnya. Celso Costantini mewarisi kesalehan dari ibunya dan kedisiplinan dari ayahnya. Ia memadukan keduanya dan menjadikannya sebagai modal untuk melayani gereja. Dengan demikian, Celso Costantini menunjukkan kepada kita pentingnya peranan orangtua dan keluarga dalam memetakan kepribadian yang matang dan dewasa dalam hidup setiap orang.
Refleksi bagi hidup panggilan kita
Refleksi sederhana yang dibuat dalam rangka pelajaran sejarah kongregasi Murid-murid Tuhan ini mengajarkan banyak hal kepada kita. Apa yang telah dan dapat kita kembangkan atau teladani dari kepribadian bapa pendiri kita Celso Cardinal Costantini ? Penulis menggariskan beberapa poin penting yakni :
a. Hidup beriman / hidup rohani yang mendalam : meditasi, hidup doa, refleksi, pasrah dan percaya pada penyelenggaraan Tuhan
b. Kedisiplinan dalam hidup : Teguh, berani, tidak gampang menyerah
c. Manegemen hidup : tahu mengisi waktu kosong, tidak bermalas-malasan, rencana kerja yang jelas, evaluasi
d. Visioner : penuh optimisme dalam memandang masa lalu, sekarang dan masa depan
e. Kerendahan hati : membangun komunitas yang sehat dan tidak mencari nama untuk diri sendiri
Bagaimanakah hidup kita sebagai Costantinian ? apakah kita sudah menerapkan kelima poin penting itu dalam seluruh hidup dan karya kita ? Baik Imam, Frater maupun Bruder CDD yang belum dan sudah berkaul kekal kiranya wajib meneladan sepak terjang Bapa Pendiri kita Celso Cardinal Costantini.

Jadilah Imam yang saleh dan terpelajar !


Dalam keheningan biara Fatima CDD

Awal Januari 2009
Salam dan doa

Fr. Alexander Ignatius Sujasan Huang CDD