Congregatio Discipulorum Domini

Para anggota Congregatio Discipulorum Domini (Kongregasi Murid-murid Tuhan) menghayati hidupnya sebagai murid dan senantiasa belajar pada Yesus Kristus, sang Guru Agung. Kunjungan kepada Sakramen Mahakudus menjadi ungkapan cinta dan penyerahan diri secara total. Dari sinilah para anggota menimba kekuatan untuk karya kerasulannya sebagai murid yang diutus untuk mempersiapkan orang menyambut Kristus di dalam hidupnya (bdk. Luk 10:1-12).

05 August 2012

KONGRES EKARISTI KEUSKUPAN SURABAYA

Pohsarang, 22-24 Juni 2012
Fr. Fol Piluit CDD

      Kongres Ekaristi sedunia pertama kali diadakan di Perancis pada tahun 1881. Pada tahun ini, Kongres tersebut dilaksanakan di Dublin, Irlandia pada tanggal 10-17 Juni 2012 dan merupakan Kongres Ekaristi sedunia yang ke lima puluh. Di Indonesia, Kongres Ekaristi serupa pertama kali diadakan oleh Keuskupan Agung Semarang tahun  2008 dan pada tahun ini keuskupan tersebut menyelenggarakan Kongres Ekaristi untuk yang kedua  kalinya. Keuskupan berikutnya yang menyelengarakan Kongres Ekaristi adalah Keuskupan Surabaya pada tahun ini.

      Berangkat dari keinginan Bapa Uskup Surabaya Msgr. Vincentius Sutikno Wisaksono, Pr pada akhir tahun 2011 yang menyatakan keinginannya mengadakan Kongres Ekaristi Keuskupan (KEK) guna semakin mendalami dan menghayati ekaristi yang lebih mendalam bagi umat di Keuskupan Surabaya karena semakin memudarnya semangat dan makna Ekaristi di tengah umat. Sesuai dengan Arah Dasar (ARDAS) Keuskupan yang pada tahun ini menetapkan sebagai tahun “Remaja dan Liturgi” di Keuskupan Surabaya, bertepatan pula dengan pelaksanaan Kongres Ekaristi sedunia, maka dirasa tepatlah moment tersebut untuk menyelenggarakan kongres ekaristi pada tahun ini.
      Kongres Ekaristi Keuskupan Surabaya diadakan di Pohsarang pada tanggal 22-24 Juni 2012 dengan mengambil tema: “EKARISTI: PERSEKUTUAN DENGAN KRISTUS DALAM PERUTUSAN GEREJA”. Tujuannya adalah:

1. Mempromosikan kesadaran akan peran sentral Ekaristi dalam hidup dan perutusan Gereja
2. Mengembangkan kualitas pemahaman dan praktek pelayanan liturgis
3. Mengantar remaja Katolik ke dalam persekutuan yang ekaristis dengan Kristus

Kongres ekaristi Keuskupan Surabaya dibagi menjadi dua kelompok yakni kelompok pertama adalah pendamping misdinar dan misdinar.Kelompok kedua adalah kelompok dewasa, Seksi Liturgi paroki, biarawan/wati dan klerus.Diikuti oleh 420 peserta dari seluruh paroki di Keuskupan Surabaya.Kongres dimulai dengan adorasi kepada Sakramen Mahakudus yang dipimpin oleh Rm Stephanus Fany Hure, Pr. Kemudian Kongres dibuka secara resmi oleh Vikjend Keuskupan Surabaya Rm. Agustinus Tribudy Utomo Pr (Rm Didik). Bapa Uskup Surabaya baru datang pada hari itu juga pukul 11.30 malam. Dalam sambutannya Rm Didik menjelaskan apa makna dari kongres ekaristi?

1. Kongres, berasal dari bahasa Latin “congredior-congressus sum”. Istilah tersebut merupakan gabungan dari kata “cum” – “gradior” (gradior-gressus sum): artinya melangkah, berjalan, pergi, maju bergerak; dengan demikian “congredior” artinya: maju bergerak bersama untuk berhimpun. Dalam kata itu terkandung adanya gerakan bersama untuk berhimpun.

2. Ekaristi: berasal dari bahasa Yunani ευχαριστω, artinya bersyukur dan berterima kasih. Dengan pengertian tersebut Kongres Ekaristi kita artikan sebagai peristiwa umat bergerak bersama untuk berhimpun dengan tujuan bersyukur dan berterimakasih atas Allah yang telah mengasihi manusia dan seluruh dunia, yang ditandakan dalam pemberikan diri Putera-Nya Yesus Kristus agar manusia dan seluruh dunia diselamatkan (http://ekaristi.wordpress.com).

      Selama Kongres Ekaristi, untuk kelompok misdinar dan pendamping misdinar didalami tentang peran dan makna gerak dalam liturgy sehingga menimbulkan keseragaman gerak dalam melayani di altar bagi para misdinar.
      Dimulai sesi I yakni sharing pengalaman di dalam merayakan ekaristi oleh Rm. Fusi Pr; Rm Hersmedi CM; Sr. Lourentina CB; dan Bp. Romeo. Rm Fusi mensharingkan pengalamannya di dalam menjalankan tugas merayakan ekaristi. Ia seringkali menambahkan “doa-doa tambahan” yang sesuai dengan kebutuhan umat di dalam doa-doa liturgis dalam perayaan ekaristi. Hal ini ternyata telah menjadi “batu sandungan rohani” bagi umat yang merayakannya. Rm Hersmedi mensharingkan segala persiapan yang ia lakukan sebelum misa yakni mempersiapkan khotbah dengan tulisan sehingga khotbah tidak ngalor-ngidul, tidak jelas arahnya. Sr Lourentina menceritakan pengalamannya sejak kecil bagaimana orang tua mendidik untuk selalu ikut ekaristi sehingga ia memperoleh kekuatan dari padanya. Bp. Romeo menjelaskan bagaimana sikap dan niat kita sebelum merayakan ekaristi.Kesadaran bahwa mengikuti ekaristi berarti mengikuti perjamuan Tuhan.Orang harus terlebih dahulu mempersiapkan diri mulai dari rumah.Pada waktu prefasi maka orang digabungkan dengan para malaikat untuk menyanyikan pujian keagungan Allah dengan Kudus.
      Sesi kedua diisi oleh Rm Senti Fernandez Pr. Beliau mengajak para peserta kongres untuk mendalami dan menemukan spiritualitas dari merayakan ekaristi.Ekaristi merupakan perbuatan Kristus sendiri. Imam sebagai in persona Christi (bertindak dalam pribadi Yesus Kristus) menghadirkan kembali kurban ekaristi bersama dengan umat.
      Pada Sesi ketiga, Pater DR. Bernad Boli Ujan, SVD yang merupakan ahli liturgi menjelaskan peranan sentral Ekaristi ditinjau dari sudut liturgis dan eklesiologis. Ekaristi pada dasarnya sebagai ungkapan syukur. Ungkapan syukur ini pada akhir perayaan ekaristi harus senantiasa dibagikan. Ite Missa est yang berarti “Pergilah, kamu diutus” dengan sangat jelas menggambarkan hal itu. Dalam terjemahan bahasa Indonesia istilah itu diperhalus menjadi “marilah pergi, kita diutus.” Ada kelebihan dan kekurangan dalam terjemahan baru ini. Kekeurangannya adalah “perintah” untuk mewartakan kurban ekaristi terasa kurang mendapat penekanan. Kelebihannya adalah terdapat unsur ecclesial dengan adanya kata “kita.” Kita di sini melibatkan seluruh anggota Gereja.
      Sesi terakhir di isi oleh Rm Alexius Kurdo Irianto Pr. Sesi yang dibawakan secara menarik di mana Ekaristi dikaitkan dengan kehidupan pastoral kehidupan setiap hari. Rm Kurdo memberikan judul sesinya: “Dari Altar Ekaristi Menuju Altar Hidup Sehari-hari.” Berangkat dari tugas perutusan yang diterima oleh umat dalam akhir perayaan Ekaristi maka Ekaristi tidak boleh sekedar berhenti pada perayaan semata. Ekaristi merupakan suatu proses pengudusan dan perutusan terus menerus. Dari pengudusan dan perutusan yang dilakukan secara terus menerus ini maka seharusnya timbul hubungan interaksi bukan hubungan kontak maupun relasi.

Menurut Rm Kurdo: ada tiga model hubungan yakni
1) Kontak: Hubungan yang terjalin hanya sebentar, basa basi dan setelah itu hilang. Misal orang yang berkenalan di bus umum, dsb.
2) Relasi: Hubungan yang tertuju pada pemenuhan kebutuhan. Mereka akan berhubungan sejauh membutuhkan. Misal: relasi penjual-pembeli, dsb.
3) Interaksi: Hubungan yang berpengaruh secara terus menerus sepanjang hidup. Misal: orang tua kepada anak, anak hidup dalam orang tua, dsb. 

Rm Kurdo menegaskan bahwa setelah menghayati, merenungkan dan menerima pengurbanan Yesus Kristus dalam perayaan Ekaristi maka setiap orang Katolik haruslah berani menjadikan hidup mereka menjadi semakin “ekaristis.” Apa maksudnya? Berani untuk memberikan dirinya kepada sesamanya.Contohnya seorang suami berani mengatakan “Terimalah dan makanlah, inilah tubuhku yang diserahkan bagimu. Terimalah dan minumlah, inilah piala darahku … yang ditumpahkan bagimu” kepada istrinya dan sebaliknya; orang tua kepada anaknya dan sebaliknya; seorang gembala kepada umatnya dan sebaliknya; dsb. Hal ini haruslah dimulai dari “Keluarga”. Dari keluarga meluas kepada hidup menggereja dan pada akhirnya meluas sampai pada kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan masyarakat, orang akan mengalami perjalanan “padang gurun” karena banyaknya pengalaman, kesusahan, dsb. Perjalanan “padang gurun” ini akhirnya harus dipersembahkan kembali dalam perayaan ekaristi, demikian seterusnya proses ini berlanjut terus menerus.

Ada tiga model dalam ber-ekaristi:
1. Umat menonton, Imam Monoton
Yang dimaksud dengan menonton ekaristi adalah sekedar hadir (syukur jika mengikuti dari awal sampai akhir), terlambat atau pulang lebih dahulu menjadi suatu hal yang biasa.Yang diminati adalah bagusnya, meriahnya, lucunya, nyamannya tempat, dsb. Pakaian mereka ya layaknya penonton, terserah mau model pakaian “you can see”atau apapun, jika ditegur mengatakan apa urusanmu! salahnya sendiri terganggu. Sebagai penonton maka penonton pun bebas melakukan SMS, ngobrol, BBM, dsb.Keterlibatan sangat rendah.
Imamnya monoton. Imam hanya sekedar membaca rumusan doa tanpa ada penghayatan sedikitpun. “…ewes…ewes… ewes saja” yang penting diucapkan sesuai yang tertulis.Tidak perlu persiapan yang serius, tinggal baca saja.

2. Umat mengikuti Ekaristi, Imam memenuhi tugas memimpin Ekaristi
Umat mengikuti Ekaristi sebagai pemenuhan kewajiban yuridis.Aktif dalam gerak, menyanyi, dsb namun batinnya tidak menyambung dengan perayaan.
Imam bertugas memimpin Ekaristi dimana dipandang hanya sebagai pemenuhan tugas. Semua dilakukan dengan baik tetapi apa yang didoakan, dinyanyikan dan diwartakan dalam perayaan Ekaristi dihayati langsung dalam hidup sehari-hari tidak begitu penting. Maka sering terlihat “gaya” hidup beberapa imam tidak ada bedanya dengan yang bukan imam.

3. Umat dan Imam bersama merayakan Ekaristi
Umat dan imam mempersiapkan diri dengan baik secara fisik dan batin. Ada persatuan yang tak terpisahkan antara apa yang dilakukan secara fisik dan hal rohani. Dari altar ekaristi menuju altar hidup sehari-hari.

Pada sore hari tgl 23 Juni 2012 diadakan pembicaraan dalam kelompok-kelompok kecil dan membahas rancangan kerja yang akan dilakukan di tiap-tiap paroki. Malam harinya diadakan prosesi sakramen Mahakudus dari gua Maria menuju kapel Wisma Betlehem yang kemudian dilanjutkan adorasi semalam suntuk hingga hari minggu pukul 8 pagi. Kongres Ekaristi Keuskupan Surabaya ditutup dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin langsung oleh Bapa Uskup Surabaya pada hari minggu, tgl.24 Juni 2012 pukul 10 pagi. Pada saat itu diterimakan pula komuni pertama kepada sekitar 400 anak dari seluruh kevikepan Blitar dan Kediri. 

Setelah misa selesai dilanjutkan dengan makan siang bersama dan sayonara.